Wisata Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo

Wisata Dataran Tinggi Dieng di WonosoboWisata Dataran Tinggi Dieng merupakan dataran tinggi berawa yang menjadi dasar kompleks kaldera di Kompleks Gunung Berapi Dieng di Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia. Disebut sebagai “Dieng” oleh orang Indonesia, letaknya di 2.000 meter (6.600 kaki) di atas permukaan laut, jauh dari pusat populasi utama. Nama “Dieng” berasal dari Di Hyang yang berarti “Tempat Tinggal Para Dewa”.

Bagian dari kampanye gerilya Jenderal Soedirman selama Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi di daerah tersebut. Baca Juga Artikel kami Lainnya di Gunung Ojos del Salado di Argentina.

Wisata Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo

Candi di Dieng

Dataran tinggi adalah lokasi delapan candi Hindu kecil dari Kerajaan Kalingga.:79,90 Tidak jelas kapan mereka dibangun, diperkirakan berkisar dari pertengahan abad ke-7 hingga akhir abad ke-8 M; mereka adalah struktur batu berdiri tertua yang diketahui di Jawa.

Mereka awalnya diperkirakan berjumlah 400 tetapi hanya tersisa delapan. Candi-candi tersebut sekarang diyakini dinamai sesuai nama pahlawan dari epik Hindu Mahabharata.

Michell mengklaim lokasi Dieng yang berkabut hampir 2.093 m di atas permukaan laut, semburan beracun dan danau berwarna belerang menjadikannya tempat yang sangat menguntungkan untuk persembahan religius.

Kuil adalah kuil kecil yang dibangun sebagai monumen untuk para leluhur dewa dan didedikasikan untuk Siwa. Kuil Hindu adalah miniatur gunung kosmik berdasarkan denah dalam teks-teks agama India, meskipun Schoppert berpendapat bahwa motif desain memiliki sedikit hubungan dengan India.

Pada tahun 2011, dalam ulasan yang diterbitkan oleh Romain, candi tersebut kini diyakini terkait dengan kuil bergaya Dravida dan Pallava di India Selatan. Teori bahwa efusi beracun membuatnya menguntungkan kini diperdebatkan karena aktivitas vulkanik di daerah ini dari abad ke-7 hingga ke-9 belum terbentuk, dan catatan menunjukkan bahwa candi tersebut ditinggalkan setelah letusan gunung berapi menjadi hal biasa di Jawa Tengah.

Sejarah dan budaya

Kepurbakalaan

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng telah lama dikenal sebagai pusat temuan arkeologi; dengan ditemukannya sejumlah Kuil dan sisa-sisa bangunan kuno non-pemujaan (petirtaan dan lubang drainase) serta arca. Catatan Hindia-Belanda menyebutkan ada 117 Kuil/bangunan purbakala di DT Dieng, tetapi sekarang tinggal sembilan yg masih berdiri.

Kuil-Kuil di Dieng diberi nama sesuai dengan nama tokoh pewayangan Mahabharata dan berdasarkan perkiraan arkeolog, bangunan-bangunan kuno di Dieng dibangun di masa berkuasanya Kerajaan Kalingga, yaitu pada abad ke-7 dan ke-8. Ini menjadikan percandian Dieng sebagai bangunan tertua di Jawa yg masih berdiri.

Kuil-Kuil ini bercorak keagamaan Hindu dan tampaknya dibangun untuk pemujaan kepada Siwa dan hyang (leluhur yg didewakan setelah meninggal). Dalam konsep Hinduisme, kuil atau Kuil merupakan miniatur gunung suci kosmis, meskipun Schoppert melihat motif desain bangunan sangat sedikit terkait dengan India.

Dalam tinjauannya yg diterbitkan tahun 2011, Romain mengemukakan pendapat bahwa gaya Kuil Dieng dapat dikaitkan dengan gaya Dravida dan Pallava dari India selatan. Pada kondisi tahun 2020, hanya terdapat sembilan Kuil yg masih berdiri, sisanya tinggal reruntuhan, fondasi, atau tinggal nama.

Batu-batu reruntuhan Kuil dipakai oleh warga untuk fondasi bangunan, jalan, atau pembatas pematang. Bangunan Kuil di Dieng berada dalam grup-grup, namun hampir semuanya berada dalam kawasan lembah Dieng di sekitar pusat desa Dieng Kulon.

Masyarakat berambut gimbal

Penduduk beberapa dusun di Dieng juga diketahui memiliki kekhasan fenotipe, dengan rambut yg gimbal. Diduga sifat rambut ini diturunkan secara genetik.

Objek wisata

Beberapa hal yang menjadi peninggalan budaya, dan juga gejala alam yang telah terjadi menjadi objek wisata, dan di kelola oleh dua kabupaten secara bersama yaitu kabupataen Banjar negara dan juga Wonosobo. Berikut beberapa objek wisata di Dieng.

  • Telaga: Telaga Warna, sebuah telaga yg sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga Pengilon, yg letaknya bersebelahan persis dengan Telaga Warna, uniknya warna air di telaga ini bening seperti tidak tercampur belerang. Keunikan lain yaitu yg membatasi Telaga Warna dengan Telaga Pengilon hanyalah rerumputan yg terbentuk seperti rawa kecil. Telaga Merdada merupakan yg terbesar di antara telaga yg ada di Dataran Tinggi Dieng. Airnya yg tidak pernah surut dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian. Bahkan Telaga ini juga digunakan para pemancing untuk menyalurkan hobi atau juga wisatawan yg sekadar berkeliling dengan perahu kecil yg disewakan oleh penduduk setempat.
  • Kompleks Kuil-Kuil Hindu yg dibangun pada abad ke-7 Masehi.
  • Gua: Gua Semar, Gua Jaran, Gua Sumur.
  • Sumur Jalatunda
  • Tradisi potong rambut gimbal
  • Sumur Jalatunda pada tahun 1937

Di tempat – tempat wisata tersebut, kalian dapat bersantai di tempat yang telah di sediakan, dengan bermain permainan kartu sambil menikmati pemandangan. Game – game yang dapat kalian mainkan seperti game kartu poker, blackjack, boardgame seperti ular tangga,  catur, dans ebagainya.

Sebagai tempat

Geografi dan iklim

Dengan ketinggian 2.060 m dpl, Dieng memiliki iklim dataran tinggi subtropis yang berbeda di bawah klasifikasi iklim Köppen (Cwb). Pada musim kemarau yang singkat (yang secara meteorologis sejalan dengan musim dingin Belahan Bumi Selatan). Curah hujan jauh lebih sedikit daripada pada periode monsun yang panjang (berlangsung dari Oktober hingga Mei, juga sejalan dengan musim panas austral).

Suhu rata-rata tahunan di Dieng adalah 14.0 ° C. Sekitar 2652 mm curah hujan turun setiap tahun. Dikenal dengan iklimnya yang dingin, suhu bahkan bisa turun hingga 2 derajat (seiring dengan angin yang turun hingga -2º) di puncak musim kemarau.

eskipun jarang, embun beku tercatat setiap tahun, terutama pada sore hari dan malam hari di bulan Juli dan Agustus. Ini mungkin berlangsung rata-rata selama satu minggu.

Meskipun fenomena cuaca yang jarang terjadi di kawasan ini kadang-kadang menarik wisatawan untuk berkumpul di sekitar daerah dataran tinggi. Fenomena ini juga terkenal karena kerusakan yang sering ditimbulkannya pada produk lokal, dengan tanaman pertanian dan tanaman seperti kentang yang terkena dampak paling parah.

Penduduk setempat biasanya menyebut embun beku ini “bun upas”. Dalam dialek lokal Jawa, “Bun” (atau “embun”) berarti embun, sedangkan “upas” adalah racun.

Meskipun “bun upas” atau embun beku di Dieng sebenarnya tidak beracun, istilah “upas” ini diciptakan oleh masyarakat setempat. Karena efeknya yang merusak tanaman pertanian, di mana tanaman tersebut mati dengan cepat seolah-olah diracuni saat embun beku mulai membeku. Data iklim berikut ini untuk Desa Sembungan yang merupakan salah satu desa tertinggi di Pulau Jawa.

Pertanian

Dataran tinggi ini merupakan penghasil kentang terbesar di Indonesia, dengan hasil panen yang semakin dominan sejak tahun 1985. Sebelumnya, berbagai tanaman lain seperti jagung dan tembakau ditanam sebagai gantinya.

Perluasan perkebunan kentang untuk beberapa waktu mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan akibat erosi dan penggundulan hutan. Meskipun perkembangan baru-baru ini telah mengalami tingkat reforestasi.